Dangdut humor dapat dikatakan hadir menjadi penengah diantara perseteruan kelas diantara musik populer indonesia karena humor menjadi pelumas komunikasi antar manusia yang senantiasa berpotensi memunculkan konflik. Pada tahun 1970-an, dangdut disiarkan di televisi, tetapi sebagai subkategori pop Indonesia, dan tidak diperhitungkan secara serius sebagai genre musik tersendiri. Acara televisi yang dikhususkan untuk dangdut pada saat itu sama sekali tidak menampilkan musisi dangdut terkenal, akan tetapi menampilkan grup-grup dangdut dari kampus bergengsi seperti Universitas Indonesia sebagai almamater para personel Orkes Moral Pancaran Sinar Petromak dan Universitas Gadjah Mada yang merupakan almamater para personel Jaran Goyang dan Orkes Mahasiswa Jet Set.
Suara musisi dan khalayak dangdut tergantikan oleh para mahasiswa yang menampilkan parodi lirik-lirik dangdut. Dangdut humor yang muncul di kalangan mahasiswa dan dipertontonkan di televisi ini dianggap dapat menjembatani jurang kelas serta menjadi tontonan yang dianggap “aman” oleh pemerintah karena tidak terlalu mengekspos permasalahan sosial yang khususnya terjadi di kelas bawah. Munculnya dangdut humor di televisi dapat dikatakan menjadi salah satu faktor yang mendukung melejitnya popularitas musik dangdut hingga dapat mengancam popularitas musik rock dan pop Indonesia di akhir tahun 1970-an. Dangdut humor berperan dalam membuat musik dangdut menjadi relatif lebih dapat diterima oleh semua kelas sosial hingga sekarang.
Parodi adalah sebuah tindakan menduplikasi atau mengimitasi dengan tujuan membentuk sebuah gurauan. Parodi musik di Indonesia tercatat mulai muncul pada tahun 1960-an, Bing Slamet membentuk grup bernama Los Gilos yang dapat dikatakan sebagai grup lawak beresensikan musik. Sedangkan kemunculan parodi musik dangdut tercatat dimulai oleh grup lawak Warkop Prambors (kelak berubah nama menjadi Warkop DKI) yang memakai lagu gubahan Orkes Melayu Bangladesh's sebagai tuning pembuka siaran Warkop. Dipilihnya lagu dangdut sebagai tuning pembuka ini dinilai menjadi cikal bakal lebih dikenalnya dangdut di kalangan anak muda khususnya mahasiswa, mengingat radio Prambors pada tahun 1970-an tidak pernah memutar lagu dangdut kecuali tuning pembuka siaran Warkop tersebut. Warkop Prambors juga menjadi salah satu penggagas lahirnya grup parodi Orkes Moral Pancaran Sinar Petromak yang akhirnya menjadi grup musik andalan yang selalu dibawa kemanapun Warkop Prambors mengadakan pertunjukan off air. Nama Orkes Moral Pancaran Sinar Petromak (OM PSP) adalah imitasi dari grup orkes melayu yang terkenal pada tahun 1970-an yaitu Orkes Melayu Pancaran Muda dan Orkes Melayu Sinar Kemala. Petromak adalah merek lampu yang umumnya digunakan pedagang kaki lima, di sini tampak stereotip humor kelas bawah sekaligus ironi yang dimunculkan dalam nama tersebut.
OM PSP tidak hanya melakukan parodi dari nama-nama orkes melayu populer, tetapi juga memparodikan lagu-lagu populer seperti “Hello Dolly” yang dipopulerkan oleh Louis Armstrong, “Cubit-cubitan” yang dipopulerkan oleh Koes Plus, dan “My Bonnie”.
Berbagai unsur humor yang dimunculkan oleh OM PSP menjadikan dangdut humor dapat lebih diterima oleh masyarakat luas. Oleh karena itu, berbagai permasalahan sosial yang menempel pada dangdut seolah dapat menjadi lebih cair ketika dangdut dipadukan dengan humor seperti yang dilakukan oleh OM PSP. Kegandrungan dangdut humor atau yang sering juga disebut dengan dangdut intelek dari kalangan mahasiswa semakin menjadi setelah OM PSP tampil di layar kaca TVRI. Versi dangdut humor OM PSP dari lagu “Hello Dolly” yang dipopulerkan oleh Louis Armstrong membuat kaum yang merasa elit dan berasal dari kalangan atas mulai menyentuh dangdut yang sebelumnya konotatif dengan selera menengah ke bawah. Berkat dangdut humor dapat terlihat terjadinya pergeseran nilai dalam kredo musik dangdut saat itu.
Walaupun demikian, permasalahan sosial yang menempel pada musik dangdut tetap bergulir hingga sekarang. Hal-hal mengenai moral, kelas, stereotip, hingga ideologi masih tetap berada di sekitar musik dangdut. Hal ini dapat ditelisik melalui dangdut humor penerus OM PSP di masa sekarang yang muncul dengan latar belakang yang kurang lebih sama dengan para pendahulunya. Beberapa grup yang dapat dimasukan dalam kategori dangdut humor di masa sekarang antara lain: Sekarwati, The Produk Gagal, Hamba Allah, dan juga Orkes Moral Pengantar Minum Racun (OM PMR) yang mulai aktif lagi beberapa tahun belakangan setelah sebelumnya vakum selama lebih dari 10 tahun. Hanya grup-grup dangdut humor tersebut yang dapat dengan bebeas melenggang di acara-acara musik dan program televisi yang tidak dikhususkan untuk dangdut. OM PMR misalnya, mendapat kesempatan untuk tampil di acara berita pagi bertajuk Indonesia Morning Show rancangan Net TV yang sebelumnya tidak pernah mengundang artis dangdut untuk tampil. (https://youtu.be/7QThfT-YlSk) Hal serupa juga dialami oleh Hamba Allah, grup dangdut yang beranggotakan para alumni Universitas Indonesia ini mendapat kesempatan untuk tampil di acara berita pagi bertajuk Sapa Indonesia Pagi rancangan Kompas TV yang sebelumnya juga tidak pernah mengundang artis dangdut.
Melihat situasi dan kondisi yang telah dijelaskan sebelumnya menjadi dapat disimpulkan bahwasanya musik dangdut dengan berbagai permasalahan sosialnya masih tetap ada di masyarakat. Walaupun begitu, dangdut humor dengan berbagai artikulasi serta strateginya hingga sekarang tetap hadir sebagai “pelumas” ketegangan-ketegangan serta penengah permasalahan sosial yang muncul di sekitar musik dangdut hingga dapat diterima oleh semua kalangan.